Senin, 11 Mei 2015

NANNY Less

“Mencari pengasuh anak” seperti itulah kira-kira status yang di update dalam jejaring sosial oleh beberapa sahabat saya yang kesehariannya sebagai working mom. Sebenarnya mencari pengasuh anak bisa dikatakan susah – susah gampang, walaupun kita sanggup membayar mereka sesuai dengan gaji yang diminta belum tentu mereka akan bertahan lama,

membayar gaji dan memberikan fasilitas yang mereka butuhkan juga belum menjamin, keliatan mereka sudah cocok atau sayang sama anak kita tapi saat pulang lebaran tidak kembali lagi tanpa ada pemberitahuan, perlakuaan yang baik diberikan (spt :  dikasih makan dengan menu yang sama dengan yang kita makan, diberikan kesempatan istirahat yang cukup, saat sakit juga disuruh istirahat saja) karena mereka adalah manusia sama seperti kita juga yang senang jika diperlakukan dengan baik oleh orang lain apalagi oleh atasan, tapi tetap saja toh tidak membuat mereka  bertahan bersama kita.

Lantas, kenyamanan seperti apa yang para Nanny / ART ini butuhkan agar membuat mereka betah bekerja?? My simple opinion, rasa nyaman dalam segi apapun harus kita sendiri yang ciptakan karena lingkungan sekitar tidak akan pernah menyediakan kenyamanan yang kita butuhkan. Selama kenyamanan yang kita ciptakan tidak mengganggu kenyamanan orang lain, itu sah-sah saja menurutku yah.

Permasalahan tentang kebutuhan nanny untuk Beben tidak akan terpampang dalam status manapun, karena saya maupun suami buka tipical orang yang suka menjadikan hal-hal yang tabu menjadi layak dan pantas untuk diperbincangkan hehehehe mendadak jadi presenter silet …
Hanya melalui blog ini semua ditumpahkan sebagai suatu pengalaman hidup yang mungkin bisa jadi pembelajaran buat anak kami kedepannya. 

Kami mulai menggunakan jasa pengasuh saat Beben memasuki usia 2 bulan, sebagai persiapan karena tidak lama lagi mama Beben sudah mesti back to office. Berurusan sama yang namanya pengasuh memang baru pertama kali sejak kami menikah, ribetnya untuk mencari pengasuh ke sana sini barulah pertama kali kami alami. Dibilang ribet sih sebenarnya ga begitu juga soalnya pengasuh yang pertama ini  adalah referensi dari kakak iparku. Walaupun nanti ada pengasuh, kami tidak akan membiarkan dia hanya berdua saja karena di rumah ada opung boru yang bisa bantu liatin Beben juga monitor tugas dari pengasuh ini

Sekilas tentang pengasuh yang pertama…
Namanya Ega, usia sekitar 16 thn dia merupakan anak dari bibi yang sudah 8thn bekerja di rumah kakak saya di Bandung. Bibi ini sudah cukup akrab dengan saya, kalo sering maen ke Bandung kami sering ngobrol bareng dan saya juga suka memberikan tambahan uang jajan buatnya. Anaknya  ini baru lulus SLTP dan saat itu bekerja di sebuah toko, waktu ditawari untuk mengasuh Beben keliatan kalo anaknya mau dan tentu harus ikut kami ke Jakarta.

Bibi : ” karena kerjanya sama lia makanya ega di bolehin, soalnya dari kecil Ega ga pernah jauh dari orang tua apalagi ampe ikut ke Jakarta”
Saya : Iya bi, nanti apa yang bibi rasain selama kerja disini (di rumah kk saya) ega juga pasti ngerasain hal yang sama koq
Bibi : Ega juga anaknya pendiam
Saya : Gpp, nanti saya ngajak ngobrol, dia juga nanti bisa libur 2 hari dalam sebulan tapi harus week end biar bisa pulang ke Bandung

Singkat cerita akhirnya Ega ikut kami ke Jakarta dan mulai mengasuh Beben, kalo dilihat memang sih Ega cukup pintar dalam mengurus anak, malahan lebih pintar dia daripada saya padahal belum menikah, mungkin karena sudah pernah mengurus anak dari saudaranya. Setiap bulan dia pulang ke Bandung biasanya Jumat malam dia kami dropp di stasiun dan Minggu siang kami jemput lagi di stasiun.
Awalnya anaknya memang agak pendiam ketika dirumah, tapi lama-kelamaan mulai terbiasa dengan situasi rumah yang hawanya panas (hohoho tau sendiri kan Bekasi panasnya) dan lingkungan sekitaran rumah yang berisik. Seiring berjalannya waktu ega akhirnya mulai akrab becanda dan ngobrol dengan keluarga kami yang lainnya.

Sewaktu lebaran idul fitri dia pulang ke Bandung tapi balik lagi ke Jakarta bersama kami soalnya kami menghabiskan libur lebaran di Bandung. Anaknya memang terampil dalam mengurus Beben tapi kurang insiatif untuk melakukan tugas lain diluar tugas rutinnya, padahal tugas tersebut merupakan bagian dari kerjanya yang mesti dia selesaikan. Kalo pun disuruh untuk melakukan pekerjaan yang non rutin dan moodnya lagi kurang bagus tampangnya keliatan banget agak sewot gitu. Selain itu, anaknya hobi banget nonton TV dan bisa saja tuh kalo lagi asyik nonton sih Beben dibiarin gtu aja di stroller tinggal nanti omanya (waktu itu masih ada oma) yang gendong karena keliatan Beben sudah mulai bosan di stroller. Untuk hal itu kami cukup maklumi yang penting tidak sampai keterlaluan banget, namanya juga masih remaja pikiran untuk senang-senang lebih dominan dibandingkan menyelesaikan pekerjaan.

Saat lebaran Idul Adha di bulan Oktober Ega mengambil jatah liburnya untuk balik ke Bandung, saat meninggalkan rumah memang bawaan pulangnya cukup banyak, opung boru sempat bertanya : ”banyak banget barang bawaannya”, Ega : Iya, bawa baju kotor. Kami semua sama sekali tidak ada perasaan apa-apa karena saat meninggalkan rumah dia pamitan dengan cara baik-baik sambil bercanda juga.

Di hari Minggu sore seperti biasa saya sms sekedar menanyakan sudah dalam perjalanan balik sini belum? agar kami bisa memprediksi waktu tiba di Bekasi untuk dijemput, soalnya saya dan suami berencana menjemput dia setelah selesai kebaktian sore. SMS terkirim tapi tidak ada balasan, saya coba lagi sms menanyakan hal yang sama tapi tidak dibalas. Sementara waktu sudah mulai sore, penasaran saya coba telpon tapi tidak diangkat, saya coba telpon lagi tidak di angkat juga. Masih penasaran juga saya telpon sih bibi (mamanya ega) sama aja hasilnya tidak diangkat juga. Pikiran saya sudah mulai kemana-mana, akhirnya saya mencoba telpon lagi ke bibi dan kali ini telpon berhasil diangkat. Terdengar suaranya agak berat sambil minta maaf karena anaknya tidak bisa balik lagi kesini alasannya anaknya mau sekolah lagi. Mendengar hal itu tentu saya cukup kaget, kaget karena serba dadakan dan kami sama sekali tidak ada persiapan apa-apa. Saya cuman bisa bilang ”mau berhenti kenapa dadakan sperti ini, kalo niatnya ga mau balik bisa ngomong duluan dan ga bakalan kami tahan juga kalo dah ga mao kerja, sih bibi hanya bisa meminta maaf berulang-ulang.
Akhirnya saya dan suami secara bergantian ambil cuti kerja sambil mencari pengasuh pengganti, selain itu bila kami berdua ke kantor Beben dititipkan bersama opung dan bou bunda.

Pengasuh berikutnya..
Kira-kira seminggu setelah Ega berhenti kerja, kami mendapatkan pengasuh pengganti yang berumur kurang lebih 50an, tingggal di Karawang dan suaminya bekerja di Jakarta. Mereka berniat untuk mencari kosan sekitar tempat tinggal kami, karena kalau bolak balik Jakarta~Karawang jaraknya lumayan jauh.  Kami menawarkan kontrakan yang akan kami tempati nanti sebagai tempat tinggal mereka sementara sambil mereka mencari kosan. Singkat cerita, akhirnya mereka suami isteri tinggal sementara di kontrakan kami.
Karena sudah cukup berumur kami memanggilnya nenek, keliatan cukup pengalaman dan sabar dalam menangani anak-anak. Sih Beben yang sudah mengenal lingkungan dan orang –orang sekelilingnya tidak mau sama sekali dan langsung membalikan badan jika mau di gendong nenek, bahkan sering memberontak sambil bersuara ga ah. Saat kami kerja dan Beben digendong nenek nih terus ngeliat opungnya langsung aja anaknya menjerit  minta gendong, jangankan liat dengar suara opung aja anaknya bisa menjerit. Alhasil, mereka bertiga (Opung, nenek dan Beben) di rumah sperti maen petak umpet ga boleh keliatan dan kedengaran suaranya he..he...

Berbeda dengan yang sebelumnya sih nenek ini ga hobi nonton tv, sabar menggendong Beben, tidurpun dijagain sambil dikipasin biar tidurnya lama dan ga digigit nyamuk. Yang menjadi perhatian kami adalah nenek kurang bersih dalam mengurus Beben, mungkin dia masih terbiasa dengan pola hidup ditempat tinggalnya. Saya sebagai ibu berusaha semaksimal mungkin membatasi nenek berinteraksi dengan semua perlengkapan makan terlebih makanan Beben. Botol, piring dan sendok makan saya yang cuci sendiri, air dingin buat susu sudah saya tuang ke botol-botol sebelum saya berangkat ke kantor, pemberian buah yang agak lembek (pisang atau pepaya) saya minta tolong opung yang kasih makan. Kalo nenek kasih makan  bubur saya ingatin jangan ditiup, dinginkan saja terlebih dahulu baru di suapin ke anaknya, kalo ditiup bisa saja kuman dalam mulut masuk ke makanan anak.

Semua hanya sekedar peringatan untuk mengingatkan tapi tetap saja saya tidak bisa melihat karena seharian berada di luar rumah. Coba saja kalo saya dirumah, saya bisa mengawasi langsung, bisa mengingatkan jika tidak sesuai dengan yang saya mau, sedih juga kalo dipikir-pikir.. setiap waktu saya selalu berdoa semoga Tuhan melindungi dan menjaga Beben. Saat ini, Beben lah yang menjadi alasan mengapa saya masih tetap bekerja. Saya yakin Tuhan mengerti apa yang menjadi kebutuhan untuk keluargaku.

Oh iya sekarang ini nenek sudah seminggu tidak mengasuh Beben, dia pulang karena anaknya sakit dirawat di RS. Saat pulang pun tidak pamitan dan kami hanya mendapat kabar dari tetangga dekat rumah kontrakan kami, suami mencoba menelpon  beberapa kali tapi telepon tidak diangkat, akhirnya di sms untuk menanyakan kunci kontrakan yang mereka bawa dan dibalas sama suaminya nenek bahwa nenek akan balik lagi ke rumah Beben minggu depan

Kesimpulan yang saya dapat dari pengalaman 2x memiliki Nanny :
1. Nobody perfect, they are just human like me...masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya, sejauh kekurangan mereka tidak berdampak buruk ke Beben kami masih bisa memakluminya.
2. Walaupun mereka keliatan baik dan sayang sama anak kita, jangan terlalu berharap mereka akan loyal karena tujuan utama mereka bekerja adalah semata-mata untuk uang.

Jadi saat ini kami murni NANNY Less
Pusing??Ribet??Kelabakan?? Ga begitu juga, Puji Tuhan ada opung sama bou bunda, dan bou Lala yang bisa bergantian menjaga Beben.

Kondisi seperti ini mungkin suatu fase baru yang mau tidak mau harus kami jalani dengan penuh sukacita, karena semua yang terjadi pasti atas seizin Tuhan Yesus. Situasi ini juga membuat saya dan suami bergumul dan mulai menyusun rencana untuk keluarga kami kedepannya.

0 komentar:

Posting Komentar