Kamis, 16 April 2015

JANUARY 2014, ONE YEAR AGO (Flashback)

Memasuki pertengahan Januari 2014 usia kandungan saya memasuki minggu ke 36, berarti tinggal menghitung hari kami akan berjumpa dengan sang jagoan kami. Yeah...a baby boy yang sudah kami nantikan kedatangannya hampir 4 tahun lumayan juga yah masa penantiannya.

Dengan melihat perut saya yang seperti balon ini beberapa orang mengatakan ”tuh.. kepala bayinya dah turun kebawah” dalam hati kecil ini berujar ”syukurlha berarti tinggal menunggu mulesnya aja nih”.

Saat usia kandungan yang sudah 9 bulan masih sempat-sempatnya di daulat untuk menjadi Ketua Sie Penerima Tamu dalam acara Natal & Tahun Baru kantor yang diselenggarakan di Swis beltHotel Jakarta...wuihh kebayang kan bumil yang bolak balik ngurusin tamu/undangan, kupon door prize, daftar hadir, motivator.. bahkan nih masih sempat-sempatnya juga lho pake kostum sesuai tema acara ”Army Looked”  Puji Tuhan jagoan kecil dalam perut ini mau bekerja sama.. ga ada tuh yang namanya cape, pegel-pegel, pusing padahal nih acaranya yah dari stenga 7 pagi sampai jam 5 sore...*ngalah-ngalahin jam kerja kantor kan* saat itu masih ketiban rejeki door prize yang berupa blender miyako... wuihh bener-bener rejeki bumil nih, selama ikutan undian  memang baru kali ini lho menang door prize..makanya terasa sesuatu banget... bukan dari segi hadiahnya sih, tapi lebih kepada peluang munculnya nomor undian saya dari sekian ratus nomor yang ada dalam kotak door prize.



Seumur hidup...baru pertama kalinya nongol di majalah dan saat hamil pula ngetopnya, walaupun tampangnya belum full cover yah dan terpilihnya juga bukan karena ada prestasi yang WAH atau ikutan seleksi dengan kriteria yang super ketat ...sama sekali nggak. Justru nih saya muncul di majalah MotherAnd Baby edisi Januari 2014 di bagian parade bumil, jadi intinya bisa masuk majalah karena sedang hamil, apa ini pertanda kalo jagoan dalam perut ini bisa jadi foto model tuing..tuing..biar waktu yang akan membuktikannya.


Back to main topic...
Mengingat waktu persalinan sudah dekat, setas perlengkapan bersalin yang wajib dibawah ke RS beserta dengan surat pengantar dari dokter Sp.OG  (baca: Spesialis Obstetri Ginekologi atau spesialis kebidanan dan kandungan) sudah stand by dan ditenteng pak suami kemana-mana *kecuali ke kantornya yah*

Sebagai persiapan untuk lahiran, saya sudah mengambil cuti dari kantor sejak 17 Jan 2014, dikarenakan prediksi dari dokter baby boynya akan lahir sekitaran 22 ~ 24 Jan. Sampai dengan pemeriksaan terakhir saat itu, kondisi baby dan ibunya sehat dan persalinan bisa dilakukan secara normal. Rumah kami yang jaraknya terbilang lumayan jauh dari lokasi RS St Carolus membuat saya dan suami harus tinggal sementara dirumah salah satu kerabat yang biasa kami panggil opung andre. Kebetulan rumahnya berdekatan dengan RS dengan berharap kalo tiba-tiba muless bisa langsung ke RS ditambah lagi sih opung boru merupakan suster yang kesehariannya bekerja di RS...wah pas banget tentunya.

Saat dirumah opung kami melakukan kontrol ke dokter dan setelah di USG biasa dan belum adanya tanda-tanda persalinan maka dokter menyatakan proses persalinan keliatannya mundur sekitar tanggal 27~28 Jan *dokter juga manusia, perkiraan manusia amat sangat mungkin ga sesuai dengan kenyataan* karena waktunya masih cukup lama, maka kami memutuskan untuk balik lagi ke Bekasi.

Tanggal 25 kembali lagi kami melakukan check up ke RS, belum juga menunjukan tanda-tanda persalinan sama sekali. Akhirnya dokter menganjurkan untuk dilakukan usg secara lengkap pada tanggal 28 nanti, tapi klo sebelum tanggal segitu sudah berasa mules.. tentu USG ini tidak perlu lagi. (USG lengkap ini sudah pernah dilakukan saat usia kehamilan memasuki 6 bulan, saat itu hasil dari USG menunjukkan bahwa air ketuban dalam kondisi bagus dan janin dalam perut ini adalah a little baby boy wah.. happy tentunya) Untuk merangsang agar mulesnya dateng saya disuruh untuk banyakin jalan dan ngepel jongkok... semua sudah dilakukan tapi apa daya yang namanya mulesss masih ga dateng2 yah?? Akhirnya no other choice mengikuti saran dari dokter juga untuk melakukan USG lengkap, dari hasil USG menunjukan bahwa babynya terlilit 2 lilitan tali pusar dan air ketuban saya sudah mulai kering dan keruh. Saat itu dokter Sp.OG langsung menyarankan tindakan SC (baca : sectio caesarea) yang dapat dilakukan besok harinya. Walaupun kepala sang bayi sudah berada di bawah tapi tidak dapat turun ke jalan lahir karena terlilit tali pusar kalo pun mau dipaksain dengan cara induksi belum bisa menjamin juga untuk turun karena kondisinya terlilit dan tentu bisa beresiko. Wowww...mendengar itu perasaaan saya langsung deg..deg..serrrr luar binasa secara yah tubuh  ini masih sangat asing sama yang namanya pisau bedah, gunting dll, seumur hidup nih gak pernah berurusan dengan meja operasi...tapi untuk case ini saya tidak ada pilihan lain. Sorenya saya langsung diminta untuk nginap di RS karena tindakan SC akan dilakukan besok pukul 8.00 pagi...karena tidak membawa apa-apa akhirnya kami minta waktu untuk balik lagi ke rumah untuk mengambil perlengkapan bersalin yang sudah dipersiapkan.

Begitu nyampe rumah kami langsung mandi, mengambil beberapa perlengkapan pendukung untuk ke RS dan makan. Memang terkesan sangat buru-buru karena pukul 17.00 WIB diusahakan saya sudah berada di ruang perawatan untuk menjalani pemeriksaan pra SC. Saat itu kami hanya berdua saja di rumah, maklum orang tua saya masih di Manado, mereka baru akan berada di Jakarta sekitar tanggal 31 Jan. Sementara mertua saya berada di rumah yang satunya lagi tidak begitu jauh memang dari rumah kami. Sebelum ke RS kami sempat mampir ke rumah mertua yang jaraknya tidak begitu jauh dengan tempat kami, disitu hanya sebentar saja lebih tepatnya numpang makan sore hehe... setelah itu langsung ke RS dengan menggunakan KRL Commuter Line alias kereta, karena kalo mao pake mobil bisa-bisa nyampenya tengah malam di RS.

Tiba di RS sekitar pukul 4.00 sore dan langsung ke bagian administrasi untuk proses register pasien, saya sih hanya disuruh duduk saja sementara pak suami yang sibuk ngurusin pendaftarannya.


Setelah selesai selesai urusan administrasi pasien saya langsung diberikan gelang sakti Carollus tereng...tereng........sperti bawah ini penampakan gelangnya, setelah itu baru disuruh masuk ke ruang perawatan.


Gambar diatas ini diambil ketika sudah ada di kamar perawatan, tepatnya baru selesai makan. Keliatan makanannya masih tersisa di piring, ga tau kenapa klo di RS itu selera makan saya mendadak hilang lenyap...tapi saat itu tetap dipaksain makan walaupun hanya beberapa sendok yang bisa tertelan weleh..weleh.. jangan demo yahh nak..

Di kamar perawatan inipun pikiran saya masih melanglang buana ntah kemana arahnya yang jelas penuh pertanyaan gimana dengan operasi besok yang akan dijalani? Anak saya gimana wajahnya? Saya masih bisa sehat seperti semula ga yah setelah itu? Bagaimana kalo kondisi saya saat operasi jadi begini... dan begitu...? gimana klo anak saya nantinya begini..dan begitu wah..wah dah makin ga jelas deh pikiran ini. Finally, tarik napas panjang dan buang jauh-jauh pikiran yang sperti itu sambil sejenak berdoa dalam hati.

Berbeda dengan pasangan yang lainnya, maybe kami berdua bisa terbilang yang agak cuek dan tidak begitu mendramatisir keadaan dengan berlebihan. Tindakan SC yang rencana dokter akan dilaksanakan keesokan harinya jam 8 pagi membuat suami memutuskan untuk kembali kerumah dan besok pagi dia akan balik lagi ke RS. Saya sih setuju aja, toh saya di ruang perawatan tidak sendirian ada pasien lain dan ada juga perawat yang bisa di panggil kapan saja saya butuhkan. Lagian kalo nginap di RS, kasian juga suami ga bisa tidur nyenyak karena yang bisa tidur di ranjang hanyalha pasien.

Berbagai pemeriksaan harus saya jalani sepanjang malam sampai pagi sebelum SC, termasuk pemeriksaan darah, jantung, tekanan darah, suhu badan, cek dan ricek histori kesehatan keluarga (darah tinggi, diabetes dll) dan tentu juga pemeriksaan kondisi janin (detak jantung bayi). Dari hasil pemeriksaan darah yang baru ada hasilnya jam 10 malam  menunjukan kalo kadar sel darah merah saya sangat kurang hanya 7.7 gr/dl seharusnya untuk ibu hamil 11~12 gr/dl. Dokter saat itu memutuskan untuk dilakukan transfusi darah dan perlu konsultasi dengan keluarga karena ada biaya tambahan. Ketika perawat menyampaikannya saya langsung bingung memutuskannya bukan karena masalah biayanya yah, tapi membayangkan darah orang lain yang tidak kenal latar belakang dan riwayat kesehatannya akan mengalir di tubuh ini. Suami saya juga sudah pulang dan tentu hal ini perlu dibicarakan dengannya. Akhirnya saya diskusi dengan suami via telpon, reaksi suami pun kaget dan mungkin juga agak bingung dia pun minta waktu untuk coba berdiskusi dengan keluarga. Saat itu suami menghubungi opung boru yang menjadi perawat di RS ini. Opung saat itu menyarankan tidak apa-apa dilakukan transfusi darah karena darah yang digunakan telah diskrining dan bebas dari penyakit.

Transfusi darah dilakukan sekitar stenga 4 pagi, jarum pertama yang menancap ditangan ini adalah jarum transfusi darah .. catet baik-baik hehehe


Sekitar jam 4 subuh lagi-lagi suster menghampiri saya dan memasangkan cairan infus *2 bendera sudah bergantungan*

Selama di ruang perawatan saya mendadak insomia mungkin karena bayangin operasi nanti...selain itu perawat setiap sejam sekali datang untuk periksa keadaan pasien. Saya juga sudah disuruh puasa sejak jam 11 malam  dan dan diberikan obat mules sekitar jam 3 subuh untuk ke WC.

Pukul 6 pagi kembali suster datang memeriksa tekanan darah, suhu badan dan detak jantung sang bayi...dan saat itu saya bawaannya dah kepanasan sambil sekali-sekali tarik napas panjang karena ruangan berasa panas dan pengap. Gimana bumil ini ga sperti itu... wong AC ruangan ternyata belum dibersihin sama orang Maintenance makanya dinginnya jadinya ga maksimal..ruangan jadi pengap dan panas..akhirnya karena sih suster melihat saya seperti itu dia membawakan tabung oksigen dan memasangkan selangnya ke hidung agar dapat membantu dalam pernapasan

Sekitar stenga jam kemudian suster datang lagi memeriksan kondisi saya dan salah satu hasilnya adalah detak jantung bayinya agak cepat... cepatnya berapa bpm saya saat itu tidak diberitahu dan setelah hal itu dikonsultasikan ke dokter Sp.OG akhirnya disarankan schedule operasi dimajuin ke pukul 7.00. Wah..mendengar itu saya langsung telpon suami menanyakan posisinya sudah dimana, karena yang dia tahu operasi dilaksanakan pukul 8... begitu saya telpon ternyata dia sebenarnya sudah jalan dari rumah sejak pukul 5 pagi tapi kondisi cuaca saat itu sedang tidak bersahabat alias sedang hujan selebat-lebatnya sehingga jalanan akses ke luar rumah banjir ditambah jadwal kereta yang mengalami gangguan jadi untuk tiba di RS pukul 7.00 tidak akan mungkin. Akhirnya sama-sama kami putuskan operasi tetap dilaksanakan pukul 7.00. 
Berbeda dari ibu-ibu lainnya yang akan melahirkan... disaat-saat sperti ini mereka ditemani suami dan keluarga dekatnya, diantar sampai ke pintu ruang operasi, dilepas dengan dengan pelukan dan doa. Disituasi yang sperti itu saya benar-benar sendiri, hanya ditemani 2 perawat yang mendorong masuk keruang operasi. Tapi saya yakin diluar sana pasti suami, papi, mami, ibu mertua dan semua keluarga dan kerabat  berdoa untuk yang terbaik bagi saya. 
Saat-saat persiapan operasi ini, jujur saja hati ini deg degan apakah operasinya berjalan lancar, bagaimana klo terjadi human error dan saya tidak bisa sadarkan diri lagi, untuk jahitannya bagaimana jika tidak sempurna, effect ke organ tubuh lain sperti apa dan lain-lain. Berdoa, hanya itu yang bisa aku lakukan..sambil juga membayangkan sebentar lagi segera bertemu dengan baby kami 
Setelah masuk ke ruang operasi saya berganti pakaian operasi, dipasang penutup kepala dan diangkat dipindahkan ke meja operasi. Di ruang ini juga saya bertemu dengan opung boru (isteri opung andre), ternyata dia juga menjadi suster bedah dan akan terlibat dalam operasi saya..wah Puji Tuhan ternyata di ruangan ini justru saya ada yang menemani (walaupun terhitung keluarga jauh yah). Terlihat para asisten sudah mulai sibuk dengan mempersiapkan berbagai peralatan, mulai mencatat, menghubungi dokter anestesi dan dokter anak.
Setelah dokter Sp.OG datang saya langsung disuntik anastesi yang dilakukan dengan cara saya disuruh duduk sambil membungkuk sampai tulang belakang bengkok kemudian disuntikan. Kata orang nih yah saat suntik ini rasanya sakit, tapi saat saya tidak berasa apa-apa..syukurlha. sekitar 5menit lebih obatnya sudah mulai bereaksi bagian setengah perut kebawah sudah mati rasa. 
Alat monitor jantung sudah ditempelkan ke dada saya, sementara ditangan kanan sudah stand by alat pengukur tekanan darah yang secara otomatis dalam beberapa menit bisa langsung keliatan perubahan tekanan darah. Sementara di hidung masih terpasang selang oksigen. Di meja operasi yang dingin itu jarak pandang saya ditutupi dengan kain hijau, biar nanti saya tidak akan keliatan saat mereka ngerjain operasinya.
Setelah semua alat terpasang dan para medis sudah siap, opung saat itu mengatakan ”Natali berdoa yah operasi mao dimulai”. Memang tidak berasa sakit saat perut mulai diiris, tapi saya berasa perut ini digerak-gerakin. Sekitar  10 menitan perut digoyang dan terdengar hitungan 1..2..3..dan saat hitungan ke 3 itulha saya mendengar tangisan bayi yang membuat saya pun langsung ikutan menangis bahagia hi..hi..hi.. beberapa saat kemudian baby sudah dibersihkan dipakaikan topi di kepalanya dan dibawa dokter anak ke dada saya untuk proses IMD, langsung saya cium dan pegang erat-erat sementara dokter saat itu langsung memberikan ucapan selamat.


Setelah itu bekas operasi saya dijahit dan badan saya dibersihkan, beberapa saat kemudian meja saya didorong ke ruang recovery. Operasi berjalan dengan baik.. praise the Lord
Setelah menjalani proses melahirkan saya tersadar akan pengorbanan para ibu yang akan melahirkan, semua yang dilakukan semata-mata hanya untuk kebaikan sang buah hati. Lewat persalinan normal ataupun melalui meja operasi, sang ibu maupun bayi sama-sama berjuang mempertaruhkan nyawa. Dan saat dimana saya terlentang diatas meja operasi yang dingin itu... rasanya batas antara hidup dan mati hanya setipis kertas. Benar-benar hanya bisa pasrah..sambil berdoa berulang - ulang memohon yang terbaik sama Tuhan. Pada akhirnya.. bagaimanapun prosesnya, semua keluarga, sahabat dan orang yang menyayangi kita hanya pasti berharap hasilnya yang terbaik..Dan itulah yang saya syukuri selamanya, diberikan keselamatan oleh Tuhan untuk saya dan sang jagoan kami.

0 komentar:

Posting Komentar